Beranda HEADLINE Menyusut 18 %, Ekonomi Myanmar di Ambang Kehancuran

Menyusut 18 %, Ekonomi Myanmar di Ambang Kehancuran

570
0

Eksis.id – Ekonomi Myanmar perlahan-lahan runtuh dan berada di ujung tanduk. Gonjang-ganjing politik yang penuh ketidakstabilan dan pembatasan kegiatan sosial akibat pandemi COVID-19 menyeret Myanmar ke ambang kehancuran.
Dilansir dari BBC, Bank Dunia (World Bank) memperkirakan bahwa ekonomi Myanmar akan menyusut sebesar 18% tahun ini dan tingkat kemiskinan kemungkinan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2022.

Selain itu warga miskin Myanmar telah dihantui kelaparan, pasalnya harga beras telah meningkat lebih dari 18% dan minyak nabati telah meningkat dua kali lipat dalam 12 bulan terakhir menurut World Food Program.

Sistem perbankan Myanmar pun berada di ambang kehancuran. Setelah kudeta, orang-orang bergegas menarik tabungan mereka dan bank merespons-nya dengan membatasi jumlah maksimum yang dapat ditarik oleh setiap orang.

Sejak Maret lalu, bank sentral Myanmar telah membatasi penarikan uang tunai maksimal 2 juta Kyat (Rp 15,20 juta) seminggu dan 20 juta Kyat (Rp 152,4 juta) bagi sebagian besar perusahaan.


Warga Yangon, Ma Khine bercerita harus bangun pagi-pagi untuk menunggu antrean panjang di mesin ATM dengan harapan bisa menarik sejumlah uang. Bank KBZ di Myanmar Plaza tempat tujuannya, buka pukul enam pagi dan hanya mengeluarkan token terbatas untuk sejumlah pelanggan.

“Hanya tiga dari sepuluh mesin yang bekerja pada satu waktu, dan bank tidak akan menambahnya lagi,” kata Ma Khine dikutip dari BBC, Rabu (6/10/2021).

“Jika Anda tidak bisa menunggu, maka Anda harus membayar sogokan di pasar gelap,” tambahnya.

Hal itu juga yang dilakukan oleh Ma Khine, di mana dia harus membayar komisi 12% pada bulan lalu demi menarik uangnya sendiri.

Bank-bank swasta juga membatasi jumlah uang yang dapat diambil. Bank CB di wilayah Delta Irrawaddy, misalnya, mengizinkan para pelanggan untuk menarik hanya 500 ribu Kyat (Rp 3,8 juta) dalam dua minggu.

“Bisnis kecil-kecilan sangat terpukul karena batasan ini,” jelas Manajer Cabang Bank Swasta, Tun Tun.

Kondisi ini membuat sangat sedikit orang yang menabung di bank. Di sisi lain, ribuan pemegang rekening mau menarik uang setiap hari. Pengiriman uang juga tergantung pada ketersediaan uang tunai di kantor cabang penerima.

“Kami harus menelepon cabang lain untuk memeriksa apakah mereka memiliki cukup uang untuk membayar transfer”, kata Tun Tun.

Laporan wartawan BBC, para warga pun harus antre menerima makanan. Kasiannya lagi, sudah capek mengantre ada juga warga yang tidak mendapatkan bantuan makanan.

“Saya ikut antrean untuk menerima bubur dari kelompok penyantun. Saya menunggu lebih dari setengah jam tapi habis sebelum giliran saya,” kata salah seorang warga bernama Ma Wai seraya berlinang air mata.

Ma Wai merupakan warga dari Monywa di wilayah tengah Myanmar, dulu bekerja sebagai tukang bersih-bersih dan pembantu rumah tangga sebuah keluarga kaya. Kini dirinya mengantre makanan untuk anaknya, tapi tak kebagian.

“Saya pulang dengan tangan kosong. Saya merasa sangat iba dengan putri saya yang berusia empat tahun,” kata dia.

Ma Wai berhenti bekerja ketika kasus COVID meledak pada Juli lalu. Majikannya memintanya agar tidak bekerja karena pemerintah memerintahkan semua orang tinggal di rumah. Suami Ma Wai adalah seorang pelukis. Sang suami terpaksa tak bekerja lantaran pembatasan COVID. *(Alf)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini